Rahasia Sukses Orang Jepang
Rahasia Sukses Orang Jepang
Ramadhan yang lalu (2011) membawa nikmat tersendiri bagi saya. Betapa tidak? Pertama, saya diundang beberapa kali oleh stasiun televisi terkait 7 Keajaiban Rezeki yang kebetulan menjadi buku terlaris dan seminar terbesar di Indonesia sepanjang 2010-2011. Kedua, 7 Keajaiban Rezeki diseminarkan 3 kali di Hongkong dan 2 kali di Jepang, dengan dukungan penuh dari Dompet Dhuafa. Dan tentu saja, selama di Jepang saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sejumlah kota. Katakanlah di Tokyo, Chiba, Ibaraki, Tsukuba, Hamamatsu, Yokohama, dan Shizuoka (Gunung Fuji). Nah, selama berada di sana setidaknya ada tiga hikmah pembelajaran yang saya petik. Dan tiga hikmah inilah yang akan saya share kepada Anda. Boleh?Pertama, keramahan. Jamak diketahui, Tokyo merupakan kota dengan penduduk paling padat sedunia. Lihat saja pusat keramaian di Shibuya, yang kebetulan menjadi lokasi shooting film Hachiko, Too Fast Too Furious (Tokyo Drift), dan Resident Evil terbaru. Di sana, ribuan orang menyeberang jalan setiap menitnya. Benar-benar ribuan. Semuanya bergegas. Namun demikian, mereka tetap menjaga keramahan. Contoh kecil saja, di kereta-kereta mereka masih memberikan prioritas duduk kepada lansia.
Selain itu, mereka juga menghargai pejalan kaki, orang asing, kebersihan, antrian, dan anti-klakson. Walau cenderung individualis khas perkotaan, namun mereka tidak pernah melupakan senyuman dan bungkukan badan ketika berinteraksi. Beberapa kali saya masuk toko dan tidak membeli apapun. Tahu apa yang terjadi? Ternyata si pelayan toko tetap mengantar saya sampai di pintu, membungkukkan badan, dan mengucapkan “Terima kasih banyak,” sambil tersenyum lebar. Ramah kan? Itu tidak jadi membeli lho. Bayangkan, kalau jadi membeli.
Kedua, kejujuran. Bukan cuma paling padat, Tokyo juga kota dengan biaya hidup paling mahal sedunia. Sekadar contoh, untuk menggunakan jasa taksi dari airport Narita ke pusat kota Tokyo, Anda harus merogoh uang hampir Rp 3 juta rupiah! Parkir di pusat kota Tokyo? Hm, jangan ditanya! Per jam bisa habis ratusan ribu rupiah! Saking mahalnya properti di sana, KPR-nya bisa 40 tahun! Kendati dibebani biaya hidup begitu tinggi, anehnya di sana hampir-hampir tidak ada pencurian, penjambretan, dan perampokan.
Bahkan kalau barang Anda tertinggal di suatu tempat, tidak perlu panik. Kembalilah ke tempat tersebut dan ambillah barang Anda. Kemungkinan besar, barang Anda tetap utuh. Lihatlah, betapa jujurnya mereka. Padahal banyak di antara mereka yang tidak beragama. Di KTP mereka saja tidak tercantum agama, karena pemerintah menganggap agama tidak terlalu penting dalam kehidupan bernegara. Kuil terkenal di Meiji-Jingu, Harajuku, hanya menjadi simbol spiritual dan tidak diikat oleh aturan agama tertentu.
Ketiga, harga diri. Jepang adalah negara ulet, jauh dari budaya malas-malasan. Tambahan lagi, mereka punya harga diri, jauh dari budaya meminta-minta. Perlu dicatat, tidak semua orang makmur di sana. Itu sudah fitrah semua negara. Iya kan? Akan tetapi, jangankan meminta-minta, menerima tips saja dianggap memalukan bagi mereka. Baik satpam, janitor, pelayan, atau siapa saja, tidak terbiasa menerima tips. Dalam konteks lain, kerap diberitakan, di sana pejabat-pejabat yang ketahuan korupsi atau sejenisnya, pasti mundur bahkan bunuh diri. Saking malunya! Di Indonesia? Boro-boro mundur. Disuruh mundur saja, masih bersikeras. Boro-boro bunuh diri. Salah-salah, orang lain yang dibunuhnya. Ketahuilah, rezeki berpihak pada mereka yang menjaga harga diri. Seperti yang disinggung di bagian awal buku, inilah mental kaya.
http://www.ippho.com/373/rahasia-sukses-orang-jepang
subhanallah..ke jepang ..insya4w1 akan aq sempatkan waktu berkunjung ke sana...
BalasHapus